Cegah Stunting Dari Hulu, BKKBN Dan Anggota Komisi IX DPR RI Berikan Sosialisasi

YOGYAKARTA — BKKBN sebagai salah satu intansi yang memiliki peranan pokok dalam membantu pencegahan stunting gencar melakukan promosi dan kegiatan preventif untuk menurunkan angka stunting. Salah satu yang dilakukan BKKBN adalah dengan melakukan Sosialisasi dan KIE Program Bangga Kencana Bersama mitra kerja yang kali ini dilaksanakan bersama anggota Komisi IX DPR RI H Sungkono.

 

Kolaborasi kegiatan yang sangat strategis ini dilaksanakan di GOR Ponggalan Giwangan, Yogyakarta, Sabtu (25/05/2024) dengan melibatkan berbagai macam unsur masyarakat seperti kader TPK, tokoh masyarakat, tokoh agama, kader, Ibu hamil dan menyusui, Ibu dengan baduta, calon pengantin, remaja dan masyarakat umum yang sejumlah kurang lebih 250 orang.

 

Kepala Perwakilan BKKBN DIY Dr. Andi Ritamariani, M.Pd yang menjadi narasumber pada kegiatan ini menyampaikan pentingnya pencegahan stunting yang harus dimulai dari hulu untuk mencapai target Generasi Emas 2045. Yang dimaksud pencegahan dari hulu yaitu dimulai dari persiapan sebelum menikah.

 

“Remaja putri agar tidak lupa mengkonsumsi tablet tambah darah” ujar Ritamariani dalam materinya. Selain itu BKKBN telah menyediakan aplikasi ELSIMIL berbasis Android yang tersedia di Play store. Aplikasi berguana bagi calon pengantin untuk mengetahui kesiapan kondisi kesehatan atau kesiapannya untuk hamil. Tiga bulan sebelum menikah calon penvantin agar mengakses aplikasi ELSIMIL dan melakukan pemeriksaan lingkar lengan dan HB serta beberapa indikator kesehatan lainnya, terutama bagi calon pengantin Wanita.

 

ELSIMIL akan mengolah informasi tersebut dan akan menyimpulikan apakah calon pengantin putri tersebut layak hami atau belum. Jika belum, akan diberikan rekomendasi untuk menunda kehamilan sambil mengupayakan agar kondisi kesehatan menjadi ideal.

 

Bagi ibu hamil agar menjaga kehamilannya dengan mengkonsumsi makanan bergizi tinggi protein dan rutin memeriksakan kehamilannya sebanyak 6 kali di seluruh faskes yang ada dan selalu membawa buku KIA dalam setiap pemeriksaan.

 

Ritamariani juga menekankan bahwa 1000 hari pertama kehidupan merupakan periode emas sehingga asupan gizi optimal sangat diperlukan dengan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan sampai dengan 2 tahun ditambah dengan makanan pendamping ASI bergizi bagi baduta sesuai petunjuk yang ada di buku KIA.

 

“Kolostrum adalah ASI pertama yang wajib diberikan kepada bayi baru lahir karena mengandung zat kekebalan alami” ujar Kepala Perwakilan BKKBN DIY di akhir materinya.

 

Dalam materi lebih lanjut yang disampaikan oleh Sarmin SIP sebagai Sekretaris DP3AP2KB Kota Yogyakarta menyampaikan bahwa Pemerintah Kota Yogyakarta sangat mendukung program ini dengan adanya Perwal Kota Yogyakarta nomer 41 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Daerah mempersiapkan generasi unggul melalui program 8000 hari pertama kehidupan tahun 2021 – 2025.

 

Sarmin menyampaikan strategi yang dilakukan Kota Yogyakarta dalam percapatan penurunan stunting adalah dengan membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di tingkat kota, kemantren, dan kalurahan kemudian pelaksanaan 8 aksi konvergensi penurunan stunting,  penetapan lokasi fokus stunting di Kota Yogyakarta, dan untuk Intervensinya adalah dengan menyasar 5 komponen hasil audit kasus stunting (perilaku, gizi, kesehatan, sarana prasarana, sosial kependudukan).

 

Sedangkan untuk inovasi yang sudah dilakukan diantaranya Pelibatan mahasiswa melalui program KKN tematik, Dapur Balita Sehat (Ngluwihi Mbagehi), Program GEMBROT (Gemar Makan Berbahan Protein) oleh Dinas Pertanian dan Pangan, pemberian makanan tambahan balita dengan masalah gizi berbahan pangan lokal, Kutilangdyah (Kunjungan Stunting Langsung di Wilayah), Lele Cendol dan Kampung Lorong Sayur, Ruang Laktasi portable dan masih banyak inovasi lainnya, Sarmin menjelaskan lebih lanjut.

 

Pemerintah Kota Yogyakarta juga menggalang kerja sama lintas sektor yang dilaksanakan dengan 5 K (Kampung, Kampus, Pemerintah Kota, Korporate dan Komunitas) yaitu dengan penguatan potensi Kelurahan dan Kampung dalam penanganan stunting, kerjasama dengan kampus melalui KKN Tematik, dan pelibatan pakar dari perguruan tinggi dalam Audit Kasus Stunting. Selain itu Pemerintah Kota juga memfasilitasi kerjasama antar sektor serta korporat melalui CSR.

 

Kegiatan ini juga dihadiri oleh Ir. Ibnu Mahmud Bilalludin (Anggota Komisi II DPR RI) yang sangat berharap jika program percepatan penurunan stunting ini dapat meningkatkan kualitas kecerdasan generasi bangsa Indonesia yang dimulai dengan peningkatan kualitas gizi bagi remaja, calon pengantin, ibu hamil, bayi dan balita.

 

Ulil Abshor, S.I.P (Analis Kebijakan Ahli Muda Biro Hukum, Organisasi dan Tatalaksana BKKBN RI) menyampaikan bahwa salah satu upaya yang juga harus di galakkan dalam percepatan penurunan stunting adalah dengan Hindari 4 T, terlalu muda atau terlalu tua hamil, serta terlalu banyak/sering hamil dan terlalu dekat jarak kehamilan.

 

Terlalu muda usianya saat hamil akan menyebabkan resiko pada perempuan karena kondisi rahim dan panggul belum berkembang secara optimal. Ukuran tulang panggul calon ibu baru sempurna setelah usia 21 tahun. Pada usia yang masih sangat muda, para remaja masih membutuhkan gizi maksimal hingga usia 21 tahun. karena usia yang terlalu muda tersebut, maka tubuh ibu hamil akan “berebut” gizi dengan bayi yang dikandungnya. Selain itu kondisi tersebut juga bisa meningkatkan resiko kematian bayi dan ibu karena perdarahan.

 

‘Ideal usia menikah pada perempuan adalah di atas 21 tahun dan usia menikah bagi laki-laki adalah 25 tahun,” tambah Ulil. Terlalu tua usianya saat hamil (usia 35 tahun ke atas) meningkatkan risiko bayi terlahir dengan kondisi yang tidak normal. Melanjutkan materinya Ulil menyampaikan bahwa terlalu dekat jarak kehamilan juga menyebabkan resiko stunting pada anak.

 

“Hindari ada dua balita (sekaligus) dalam satu rumah ujar Ulil. Kemudian terlalu selanjutnuya yang harus dihindari untuk mencegah stunting adalah terlalu banyak. Artinya kondisi ibu dengan kehamilan yang sering akan meningkatkan resiko pada proses persalinan dan perdarahan setelah bersalin. Selain itu dengan jumlah anak yang banyak akan meningkatkan resiko kurang maksimal dalam pengasuhan dan pemberian asupan gizi terhadap anak yang semakin meningkatkan risiko stunting.

Penulis : DEWI SM

Editor : FX Danarto SY

Post Terkait